Kamis, 28 Oktober 2010

Tingkat Penggunaan Produksi Dalam Negeri Beberapa Sektor

Usaha-usaha untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri akhir-akhir ini sangat gencar dilakukan oleh pemerintah, baik melalui promosi, pameran, sosialisasi, himbauan, kebijakan sampai dengan dikeluarkannya regulasi tentang Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri. Khusus untuk program kegiatan yang menggunakan dana dari APBN maka Pemerintah menekankan agar mengutamakan, meningkatkan (memaksimalkan), memberikan preferensi harga terhadap produk dan penyedia barang/jasa dalam negeri.

Mengapa Pemerintah (Departemen) harus membelanjakan APBN terhadap produk dalam negeri ? Pertama, karena belanja pemerintah masih merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan PDB merupakan ukuran kemakmuran suatu negara dan jika diukur melalui pendekatan pengeluaran (belanja) maka dapat ditulis dengan formula: PDB = Pengeluaran pemerintah + Pengeluaran non pemerintah + Konsumsi penduduk Indonesia + Ekspor –  Impor. Selanjutnya kontribusi pengeluaran pemerintah dapat dilihat seperti pada diagram 01 dibawah ini. Kedua jika barang/jasa yang dikonsumsi oleh Pemerintah merupakan produk dalam negeri maka akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Tetapi apabila barang/jasa yang dikonsumsi pemerintah merupakan produk impor maka baik nilai produk maupun nilai konsumsi yang dibelanjakan untuk barang impor tersebut tidak masuk ke dalam PDB.


Sektor Kesehatan

Pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kebutuhan (demand) atau pembeli. Pembeli terbesar produk manufaktur saat ini adalah pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah departemen-departemen atau kementrian yang terkait langsung dengan jenis produk industri tersebut. Artinya bahwa besar kecilnya belanja Departemen Kesehatan yang dibelanjakan terhadap produk dalam negeri alat kesehatan dan farmasi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan industry penunjang kesehatan tersebut. Dan apabila dikaji lebih jauh mengenai sektor kesehatan ini (baca: alat kesehatan produksi dalam negeri) dapat dikategorikan berdasarkan jenisnya menjadi 3 kelompok yaitu, alat kesehatan elektronik, alat dan bahan habis pakai (consumables), instrumen medis (hospital furniture). Sedangkan menurut fungsinya peralatan kesehatan dapat dikelompok sebagai berikut:
 

  1. Peralatan Diagnosis Klinis, contoh; snellen, diagnostic set, pulsameter, speculum, stetoskop biasa dan janin, tensimeter, tonometer, opthalmoscope, hemocue, timbangan digital, kaca laryngs.
  2. Peralatan Kesehatan Gigi, contoh; bein lurus besar & kecil, bor intan, burniser, pinset gigi, skeler, sonde, spatula, tang, art set, cuspidor unit, lampu halogen, meja instrument, matriks holder.
  3. Peralatan Penunjang Pelayanan Medis, misalnya; baki, botol sampel, mitella, mangkok pelarut, meja instrument, sendok oralit, thermos khusus, tabung oksigen, meja dan kursi tamu, tandu lipat, lemari es berbagai tipe.
  4. Peralatan Laboratorium Kesehatan, missal;albuminometer, beker, kertas lakmus, gelas ukur, mikroskop monokuler & binokuler, pipet berbagai jenis, urinometer, tabung reaksi, sentrifus, kit tes untuk napza,dll
  5. Peralatan Tindakan Medis, contoh; gunting bedah berbagai spesifikasi, jarum jahit, jarum suntik, kateter, klem arteri, pinset, semprit, scalpel, sterilisator tekanan, vakum ekstraktor, dan sebagainya.
  6. Peralatan Penunjang Medis Khusus, contoh; radio komunikasi medik, rontgen 60mA, ultrasonografi, ultrasonometri, devilbiss, alat penghancur jarum, alat penghisap lender, diagnostic audiometer.
Berdasarkan diagram dibawah ini terlihat sekali bahwa peralatan kesehatan yang menggunakan teknologi tinggi sangat kecil dikuasai oleh produk dalam negeri, sebenarnya kurang dari 20%, sebaliknya produk impor sangat menguasai produk alat kesehatan elaktronik ini lebih dari 80%. Untuk alat kesehatan dan bahan habis pakai produk-produk impor menguasai 55% pasar dalam negeri, sedangkan instrumen medis sebagai contoh furniture memang produk dalam negeri menguasai 90% pasar dalam negeri, tetapi produk ini tidak menggunakan teknologi dan harga cenderung murah. Jika dihitung dari sisi omset (nilai uang) maka peralatan kesehatan di pasar domestik 99% atau senilai Rp 25,74 triliun ternyata dikuasai produk impor. Penyerapan dari industri lokal hanya mencapai Rp 260 miliar atau 1% dari total omset yang ada. Akibatnya, kinerja industri peralatan kesehatan lokal hampir tidak ada pertumbuhan, sehingga investasi pun nyaris mendekati kevakuman, jika tidak bisa dikatakan berhenti(Gakeslab).
 



Sektor Telekomunikasi

Senada dengan kondisi diatas, begitu pula halnya dengan kemampuan industri manufaktur perangkat telekomunikasi Indonesia masih kecil sekali kontribusinya dibandingkan dengan produk-produk impor. Dari total omset bisnis telekomunikasi nasional sebesar 40 triliun per tahun, dengan 22 – 30 triliun merupakan size market perangkat telekomunikasi, maka kontribusi perangkat telekomunikasi produk dalam negeri hanya 2 – 3% saja, selebihnya produk impor (AIETI). Adapun perangkat telekomunikasi yang biasa digunakan antara lain adalah:
  • Perangkat Transmisi Radio
        antena, up/down coverter, modem, multiplication equipment, echo canceller, digital microwave radio, dan sejenisnya
  • Perangkat Sentral Telepon Digital
        switches (STDI, STDI-K, STK 1000, SENA, PABX, dll) beserta perangkat pendukungnya
  • Perangkat  Terminal
        pesawat telepon meja, facsimile, wartel/kiosphone, card payphone, muticoin payphone, collect call payphone, single channel radio dan subscriber PCM
  • Peralatan Pendukung (catu daya)
        rectifier, UPS, stationary battery, dll


 
Sektor Pendidikan

Produk industri manufaktur Indonesia terkait dengan sektor pendidikan nasional antara lain misalnya; perlengkapan laboratorium untuk pendidikan menengah dan tinggi, mesin perkakas untuk pendidikan kejuruan dan bengkel praktek, alat peraga untuk semua jenjang pendidikan dan perlengkapan pendukung lainnya termasuk perangkat teknologi informasi (personal computer, laptop, printer, dll). Sebagai ilustrasi untuk mesin perkakas produksi dalam negeri, sangat kecil sekali digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional mereka lebih memakai produk mesin perkakas impor. Padahal dari sisi kualitas dan spesifikasi tidak jauh berbeda kecuali masalah harga. Gambaran demikian dapat dilihat seperti pada diagram 06 dibawah ini, dimana kontribusi mesin perkakas dalam negeri pasar domestic hanya 10%, sedangkan di Departemen Pendidikan Nasional kurang dari 5% atau sekitar 440 miliar pada tahun 2008. Pada akhirnya potensi yang cukup besar tersebut diserap oleh produk-produk mesin perkakas impor, sehingga untuk mempertahankan kapasitas produksi mesin perkakas dalam negeri sangat berat bahkan jika produk impor terus membanjir dan industry mesin perkakas dalam negeri tidak dilindungi akan mengakibat peningkatan pengangguran karena di PHK. Disamping Depdiknas, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan dan Departemen Tenaga termasuk yang menjadi konsumen produk mesin perkakas ini, tetapi keberpihakan mereka lebih memilih produk-produk mesin perkakas impor baik dari Cina, Taiwan, India dan Jepang.



Sektor Pekerjaan Umum dan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu komponen penting yang akan menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Perannya sebagai penggerak
sektor perekonomian akan mampu menjadi pendorong berkembangnya sektor-sektor
terkait sebagai multiplier dan pada akhirnya akan menciptakan lapangan usaha baru dan memberikan output hasil produksi sebagai input untuk konsumsi. Di samping itu, selain berperan sebagai pendorong berkembangnya sektor-sektor perekonomian, sektor infrastruktur pun memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB. Salah satu program utama Pemerintah saat ini adalah percepatan pembangunan infrastruktur yang telah diprogramkan sebelumnya dan vital, antara lain pembangkit listrik 10.000MW, jaringan jalan lintas sumatera,kualitas jalan perkotaan, jalan tol, telekomunikasi, pelabuhan udara dan laut. Dalam hal infrastruktur yang terkait langsung dengan pekerjaan umum adalah jaringan jalan nasional jawa dan sumatera serta Indonesia bagian timur, jembatan bentang panjang, irigasi dan bendungan, pemukiman, infrastruktur air minum perkotaan dan sebagainya. Dana yang diusulkan untuk pembangunan infrastruktur sesuai dengan prioritas program pembangunan nasional 2010-2014 sekitar Rp790 triliun (Bappenas).

Mengingat begitu besar dana kebutuhan pembangunan infrastruktur maka didalam membelanjakannya semaksimal mungkin didukung oleh kapasitas dan kemampuan nasional Indonesia. Input terkait pembangunan infrastruktur tersebut antara lain; bahan atau material bangunan, usaha jasa konstruksi nasional, pendanaan, serta peralatan pendukung lainnya. Bahan material utama yang biasa digunakan pada pembangunan infrastruktur adalah seperti digambarkan pada diagram dibwah ini sesuai dengan kajian yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2008, dimana kebutuhan ini diluar pembangunan dermaga, pelabuhan udara dan pertambangan.


Kemudian jika dikaji lebih mendalam sebagai contoh untuk produk aspal,  kebutuhan aspal dalam negeri setiap tahunnya mencapai 1,5 juta ton, sebanyak 600.000 ton kebutuhan dipasok Pertamnina, sedangkan sisanya 900.000 ton harus didatangkan dari luar negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar